Bangsa Atlantis
mementingkan
“inteligensi jiwa” dan
“tubuh” untuk
mengembangkan
seluruh potensi
terpendam pada tubuh
manusia, hal ini
membuat peradaban
mereka bisa
berkembang pesat
dalam jangka panjang
dan penyebab utama
tidak menimbulkan
gejala
ketidakseimbangan.
Mengenai punahnya
peradaban Atlantis, layak
direnungkan orang
sekarang. Plato
menggambarkan
kehancuran Atlantis
dalam dialognya sebagai
berikut:
“Hukum yang diterapkan
Dewa Laut membuat
rakyat Atlantis hidup
bahagia, keadilan Dewa
Laut mendapat
penghormatan tinggi
dari seluruh dunia,
peraturan hukum diukir
di sebuah tiang tembaga
oleh raja-raja masa
sebelumnya, tiang
tembaga diletakkan di
tengah di dalam pulau
kuil Dewa Laut. Namun
masyarakat Atlantis
mulai bejat, mereka
yang pernah memuja
dewa palsu menjadi
serakah, maunya hidup
enak dan menolak kerja
dengan hidup berfoya-
foya dan serba mewah.”
Plato yang acap kali
sedih terhadap sifat
manusia mengatakan:
“Pikiran sekilas yang suci
murni perlahan
kehilangan warnanya,
dan diselimuti oleh
gelora nafsu iblis, maka
orang-orang Atlantis
yang layak menikmati
keberuntungan besar itu
mulai melakukan
perbuatan tak senonoh,
orang yang arif dapat
melihat akhlak bangsa
Atlantis yang makin hari
makin merosot,
kebajikan mereka yang
alamiah perlahan-lahan
hilang, tapi orang-orang
awam yang buta itu
malah dirasuki nafsu, tak
dapat membedakan
benar atau salah, masih
tetap gembira, dikiranya
semua atas karunia
Tuhan.”
Hancurnya peradaban
disebabkan oleh
segelintir manusia,
banyak yang tahu
sebabnya, akan tetapi
sebagian besar orang
mengabaikannya, maka
timbul kelongsoran
besar, dalam akhlak dan
tidak dapat tertolong.
Maka, sejumlah kecil
orang berbuat kesalahan
tidak begitu menakutkan,
yang menakutkan adalah
ketika sebagian besar
orang “mengabaikan
kesalahan”, hingga
“membiarkan
perubahan” selanjutnya
diam-diam “menyetujui
kejahatan”, tidak dapat
membedakan benar dan
salah, kabar terhadap
kesalahan
mengakibatkan
kesenjangan sifat
manusia, moral
masyarakat merosot
dahsyat, mendorong
peradaban ke jalan
buntu.
Kita sebagai orang
modern, dapatlah
menjadikan sejarah
sebagai cermin
pelajaran, merenungi
kembali ilmu yang kita
kembangkan, yang
mengenal kehidupan
hanya berdasarkan
pengenalan yang objektif
terhadap dunia materi
yang nyata, dan
mengabaikan hakikat
kehidupan dalam jiwa.
Makna kehidupan sejati,
berangsur menjadi
bisnis memenuhi nafsu
materiil, seperti ilmuwan
Atlantis, segelintir orang
tunduk pada
keserakahan, tidak
mempertahankan
kebenaran, demi
kekuasaan dan
kemuliaan,
mengembangkan
teknologi yang salah,
merusak lingkungan
hidup.
Apakah kita
sedang berbuat
kesalahan yang sama?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar